Analisis CAMELS digunakan untuk menganalisis dan mengevaluasi
kinerja keuangan bank umum di Indonesia. CAMELS merupakan kepanjangan dari Capital
(C), Asset Quality (A), Management (M), Earning (E), Liability
atau Liquidity (L), dan Sensitivity to Market Risk (S). Analisis CAMELS diatur dalam Peraturan Bank
Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004 perihal sistem penilaian Tingkat Kesehatan Bank
Umum dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/1/PBI/2007 Tentang Sistem Penilaian
Tingkat Kesehatan Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah.
Penilaian tingkat
kesehatan bank dimaksudkan untuk menilai keberhasilan perbankan dalam perekonomian
Indonesia dan industri perbankan serta dalam menjaga fungsi intermediasi. Pada
masa krisis ekonomi global, bank-bank menengah dan kecil yang tidak menerima
bantuan likuiditas dari pemerintah mengalami penurunan dana simpanan
masyarakat. Menurunnya dana simpanan masyarakat membuat industri perbankan
berusaha mempertahankan dana-dana yang mereka miliki untuk menjaga tingkat
likuditas bank dengan cara memberikan tingkat suku bunga yang tinggi.
Krisis ekonomi
global berdampak negatif terhadap perbankan konvensional Indonesia karena bank
konvensional Indonesia memiliki tingkat integritas yang tinggi dengan sistem
keuangan global. Selain itu, bank konvensional sangat rentan terhadap fluktuasi
nilai tukar dan tingkat suku bunga. Hal ini dapat dilihat pada Oktober 2008
tiga bank konvensional yaitu PT Bank Mandiri Tbk., PT Bank BNI Tbk., dan PT
Bank Rakyat Indonesia Tbk meminta bantuan likuiditas dari Pemerintah (Humas
Bank Indonesia, 2010:8). Berbeda dengan bank konvensional,. Bank syariah tidak
rentan terhadap fluktuasi tingkat suku bunga karena bank syariah tidak
beroperasi dengan sistem bunga, eksposure pembiayaan perbankan syariah
lebih diarahkan kepada akivitas perekonomian domestik sehingga belum memiliki
tingkat integrasi yang tinggi dengan sistem keuangan global.
Bank Indonesia
menilai tingkat kesehatan bank dengan menggunakan pendekatan kualitatif atas
berbagai aspek yang berpengaruh terhadap kondisi suatu bank. Metode atau cara
penilaian tersebut kemudian dikenal dengan metode CAMELS yaitu Capital, Asset
quality, Management, Earnings, Liquidity, dan Sensitivity to market risk.
Kriteria sensitivity to market risk merupakan aspek tambahan dari metode
penilaian kesehatan bank yang sebelumnya, yaitu CAMEL. CAMEL pertama kali
diperkenalkan di Indonesia sejak dikeluarkannya Paket Februari 1991 mengenai
sifat kehati-hatian bank. Paket tersebut dikeluarkan sebagai dampak kebijakan
Paket Kebijakan 27 Oktober 1988 (Pakto 1988). CAMEL berkembang menjadi CAMELS
pertama kali pada tanggal 1 Januari 1997 di Amerika. CAMELS berkembang di
Indonesia pada akhir tahun 1997 sebagai dampak dari krisis ekonomi dan moneter
(Abidin, 2008:4).
Analisis CAMELS digunakan untuk
menganalisis dan mengevaluasi kinerja keuangan bank umum di Indonesia. CAMELS
merupakan kepanjangan dari Capital (C), Asset Quality (A), Management
(M), Earning (E), Liability atau Liquidity (L), dan Sensitivity
to Market Risk (S).
Analisis CAMELS diatur dalam Peraturan
Bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004 perihal sistem penilaian Tingkat Kesehatan
Bank Umum dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/1/PBI/2007 Tentang Sistem
Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah.
Penilaian tingkat
kesehatan bank berdasarkan ketentuan Bank Indonesia mencakup penilaian terhadap
faktor-faktor CAMELS yang terdiri dari:
a.
Permodalan (Capital)
Penilaian pendekatan kuantitatif dan
kualitatif faktor permodalan dilakukan melalui penilaian terhadap kecukupan
pemenuhan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) terhadap ketentuan yang
berlaku. Melalui rasio ini akan diketahui kemampuan menyanggah aktiva bank
terutama kredit yang disalurkan dengan sejumlah modal bank (Abdullah, 2003:60).
Tabel 1. Matriks Kriteria Peringkat
Komponen Permodalan
Rasio
|
Peringkat
|
CAR ≥ 12%
|
1
|
9% ≤ CAR < 12%
|
2
|
8% ≤ CAR < 9%
|
3
|
6% < CAR < 8%
|
4
|
CAR ≤ 6%
|
5
|
(Sumber: SE BI No. 6/23/DPNP tahun
2004)
b.
Kualitas Aset (Asset Quality)
Penilaian
pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor aset bank dilakukan melalui penilaian
terhadap komponen aktiva produktif yang diklasifikasikan dibandingkan dengan
total aktiva produktif dan tingkat kecukupan pembentukan penyisihan penghapusan
aktiva produktif (PPAP).
Rasio Kualitas
Aktiva Produktif merupakan rasio yang mengukur kemampuan kualitas aktiva
produktif yang dimiliki bank untuk menutup aktiva produktif yang
diklasifikasikan berupa kredit yang diberikan oleh bank. Rasio ini
mengindikasikan bahwa semakin besar rasio ini menunjukkan semakin menurun
kualitas aktiva produktif (Taswan, 2010:167).
Tabel 2 Matriks Kriteria Peringkat
Komponen KAP(1)
Rasio
|
Peringkat
|
KAP1 ≤ 2
|
1
|
2 < KAP1 ≤ 3%
|
2
|
3% < KAP1 ≤ 6%
|
3
|
6 < KAP1 ≤ 9%
|
4
|
KAP1 > 9%
|
5
|
(Sumber: SE BI No. 6/23/DPNP tahun
2004)
Rasio pemenuhan
PPAP merupakan rasio yang mengukur kepatuhan bank dalam membentuk PPAP untuk
meminimalkan risiko akibat adanya aktiva produktif yang berpotensi menimbulkan
kerugian (Taswan, 2010:167).
Tabel 3 Matriks Kriteria Peringkat
Komponen KAP(2)
Rasio
|
Peringkat
|
KAP ≥ 110%
|
1
|
105% ≤ KAP2 < 110%
|
2
|
100% ≤ KAP2 < 105%
|
3
|
95% ≤ KAP2 < 100%
|
4
|
KAP2 < 95%
|
5
|
(Sumber: SE BI No. 6/23/DPNP tahun
2004)
c.
Manajemen (Management)
Penelitian
Merkusiwati (2007) menggambarkan tingkat kesehatan bank dari aspek manajemen
dengan rasio Net Profit Margin (NPM), alasannya karena seluruh kegiatan
manajemen suatu bank yang mencakup manajemen umum, manajemen risiko, dan
kepatuhan bank pada akhirnya akan mempengaruhi dan bermuara pada perolehan
laba. Net Profit Margin dihitung dengan membagi Net Income atau
laba bersih dengan Operating Income atau laba usaha.
Tabel 4 Matriks Kriteria Peringkat
Komponen NPM
Rasio
|
Peringkat
|
NPM ≥ 100%
|
1
|
81% ≤ NPM < 100%
|
2
|
66% ≤ NPM < 81%
|
3
|
51% ≤ NPM < 66%
|
4
|
NPM < 51%
|
5
|
(Sumber: SE BI No. 6/23/DPNP tahun
2004)
d.
Profitabilitas (Earnings)
Penilaian
pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor profitabilitas bank antara lain
dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen Return on Assets (ROA),
Return on Equity (ROE), Net Interest Margin (NIM) atau Net
Operating Margin (NOM), dan Biaya Operasional dibandingkan dengan
Pendapatan Operasional (BOPO).
ROA digunakan untuk
mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh laba secara keseluruhan dari
total aktiva yang dimiliki (Dendawijaya, 2009:118).
Tabel 5 Matriks Kriteria Peringkat
Komponen ROA
Rasio
|
Peringkat
|
ROA > 1,5%
|
1
|
1,25% < ROA ≤ 1,5%
|
2
|
0,5% < ROA ≤ 1,25%
|
3
|
0 < ROA ≤ 0,5%
|
4
|
ROA ≤ 0%
|
5
|
(Sumber: SE BI No. 6/23/DPNP tahun
2004)
ROE mengindikasikan kemampuan bank
dalam menghasilkan laba dengan menggunakan ekuitasnya. Kenaikan dalam rasio ini
berarti terjadi kenaikan laba bersih dari bank yang bersangkutan dan
selanjutnya kenaikan tersebut akan menyebabkan kenaikan harga saham bank
(Dendawijaya, 2009:119)
Tabel 6 Matriks Kriteria Peringkat
Komponen ROE
Rasio
|
Peringkat
|
ROE > 15%
|
1
|
12,5% < ROE
≤ 15%
|
2
|
5% < ROE ≤
12,5%
|
3
|
0 < ROE ≤ 5%
|
4
|
ROE ≤ 0%
|
5
|
(Sumber: SE BI No. 6/23/DPNP tahun
2004)
Rasio NIM mengindikasikan kemampuan
bank menghasilkan pendapatan bunga bersih dengan penempatan aktiva produktif
(Taswan, 2009:167). Bank syariah menjalankan kegiatan operasional bank tidak
dengan sistem bunga, maka dalam penilaian rasio NIM pada bank syariah
menggunakan rasio Net Operating Margin (NOM) yang merupakan pendapatan
operasi bersih terhadap rata-rata aktiva produktif.
Tabel 7 Matriks Kriteria Peringkat
Komponen NIM/NOM
Rasio
|
Peringkat
|
NIM > 3%
|
1
|
2% < NIM ≤
3%
|
2
|
1,5% < NIM ≤
2%
|
3
|
1% < NIM ≤
1,5%
|
4
|
NIM ≤ 1%
|
5
|
(Sumber: SE BI No. 6/23/DPNP tahun
2004)
BOPO digunakan untuk mengukur tingkat
efisiensi kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasinya (Dendawijaya,
2009:120). Semakin tingga rasio ini menunjukkan semakin tidak efisien biaya
operasional bank.
Tabel 8. Matriks Kriteria Peringkat
Komponen BOPO
Rasio
|
Peringkat
|
BOPO ≤ 94%
|
1
|
94% < BOPO ≤
95%
|
2
|
95% < BOPO ≤
96%
|
3
|
96% < BOPO ≤
97%
|
4
|
BOPO > 97%
|
5
|
(Sumber: SE BI No. 6/23/DPNP tahun
2004)
e.
Likuiditas (Liquidity)
Penilaian pendekatan
kuantitatif dan kualitatif faktor likuiditas bank dilakukan melalui penilaian
terhadap komponen Loan to Deposit Ratio (LDR).
LDR menunjukkan
seberapa jauh kemampuan bank dalam membayar kembali penarikan dana yang
dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber
likuiditasnya (Dendawijaya, 2009:116).
Tabel 9. Matriks Kriteria Peringkat
Komponen LDR
Rasio
|
Peringkat
|
LDR ≤ 75%
|
1
|
75% < LDR ≤
85%
|
2
|
85% < LDR ≤
100%
|
3
|
100% < LDR ≤
120%
|
4
|
LDR > 120%
|
5
|
(Sumber: SE BI No. 6/23/DPNP tahun
2004)
f.
Sensitivitas terhadap risiko pasar (Sensitivity to Market Risk)
Penilaian rasio
sensitivitas terhadap risiko pasar didasarkan pada Interest Rate Risk Ratio
(IRRR) yang proksi terhadap risiko pasar. IRRR menunjukkan kemampuan bank dalam
mengcover biaya bunga yang harus dikeluarkan dengan pendapatan bunga
yang dihasilkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar